Faforite Picture

Faforite Picture
Wait For Change

5.05.2008

Gender Dan Pendidikan


Perempuan selalu dikesampingkan di dunia ini, bahkan dalam sejarahpun dartikan sebagai History yang berarti cerita laki-laki, apakah yang menyebabkan hal tersebut dan bagaimana pola-pola ketidakadilan gender ini, dan apa peran pendidikan untuk kaum perempuan agar bisa menyetarakan dua jenis manuasia di dunia ini

Saat penulis menuis sedikit curahan perasaan untuk mengungkapkan bentuk pendidikan yang diperuntukkan untuk manusia yang kemudian secara biologis dibedakan dengan dua jenis kelamin yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan maka terbayangkan Dialektika sejarah yang membayangi bias ketidak adilan didalamnya, mulai jaman dimana pengajaran hanya diajarkan oleh para filusuf yang berkelana sampai pada zaman pendidikan yang di istitusionalkan pada zaman sekarang ini.
Dalam khasanah pergerakan perempuan kontenporer saat ini istilah yang banyak di “lengkingkan” adalah ketidak adilan Gender, sebenarnya apa gender itu untuk hal tersebut penulis mencoba mencari data-data yang dapat menjelaskan hal tersebut, den secara kebetulan menemukan beberapa Hal yang dapat menjelaskan apa “Gender” dan perjuangan apa yang diperjuangkannya
Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti tipe atau jenis. Jender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu (tren) dan tempatnya. Sebagai contoh: kalau dulu hanya perempuan yang menggunakan anting-anting, tren akhir-akhir ini ternyata banyak juga laki-laki yang menggunakan anting-anting. Gender juga sangat tergantung kepada tempat atau wilayah, misalnya kalau di sebuah desa perempuan memakai celana dianggap tidak pantas, maka di tempat lain bahkan sudah jarang menemukan perempuan memakai rok. Karena bentukan pula, maka gender bisa dipertukarkan. Misalnya kalau dulu pekerjaan memasak selalu dikaitkan dengan perempuan, maka sekarang ini sudah mulai banyak laki-laki yang malu karena tidak bisa mengurusi dapur atau susah karena harus tergantung kepada perempuan untuk tidak kelaparan. Dan berikut ini beberapa pertanyaan yang menarik untuk disimak mengenai gender.
Apa Perbedaan seks dan jender?: Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis dan bisa memproduksi sperma, sementara perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui.
Apa Bentuk Hubungan Gender?: Hubungan gender ialah hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status sosial maupun nilai (tradisi dan norma yang dianut).
Apa itu Ketidak adilan Gender?: Ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan jender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengkibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Bagaimana sifat ketidakadilan gender?, Ketidakadilan gender dapat memiliki sifat diantaranya: Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung, baik disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai, maupun aturan yang berlaku. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tapi pelaksanaanya menguntungkan jenis kelamin tertentu. Dan Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.
Bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi gender diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi: Marginalisasi (peminggiran). Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi). Subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki. Stereotip (citra buruk) yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya. Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan. Beban kerja berlebihan, yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Misalnya, seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.
Fokus Kita dalam diskusi kali ini mengapa Pendidikan menjadi sangat penting untuk memecahkan paradugma diskriminasi Gender bagi kaum perempuan,secara harfiah pendidikan menjadi isu sentral bagi perubahan social baik itu dalam transisi demokrasi maupun perjuangan hak asasi manusia terutama hak kaum perempuan untuk diperlakukan sama baik dimata hukum maupn masyarakat.

Mengapa Gender menjadi penting dalam pembangunan pendidikan
Pendidikan merupakan hak asasi manusia dan menjadi alat yang sangat penting untuk mencapai kesetaraan, pengembangan, dan kedamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan bermanfaat bagi perempuan maupun laki-laki, terutama untuk menyetarakan hubungan di antara keduanya. Untuk menjadi agen perubahan, perempuan harus memiliki akses yang adil terhadap kesempatan pendidikan. Melek huruf bagi perempuan merupakan kunci untuk meningkatkan kesehatan, gizi, dan pendidikan, dan untuk memberdayakan perempuan agar bisa berpartisipasi penuhdalam pembuatan keputusan dalam masyarakat. Dengantingkat pengembalian ( return) yang sangat tinggi, investasi dalam pendidikan formal dan informal serta pelatihan-pelatihan untuk anak perempuan maupun perempuan dewasa telah terbukti menjadi salah satu sarana terbaik untuk mencapai pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Setiap orang harus memiliki akses ke pendidikan dasar dan pelayanan-pelayanan penting lainnya. Tanpa akses semacam itu, para perempuan, terutama perempuan miskin dan anak-anaknya, hanya akan memiliki sedikit peluang untuk meningkatkan status ekonominya atau partisipasi penuhnya dalam masyarakat.

Strategi Uregenitas Gender dalam pendidikan

Buat Sekolah Lebih Mudah Diakses
Memperpendek jarak ke sekolah, terutama akan mendorong anak-anak perempuan agar bersekolah. Resiko keamanan dan reputasi sosial menjadi berkurang apabila lokasi sekolah dekat dengan lokasi komunitas. Pastikan fasilitas kakus yang terpisah dan tertutup tersedia.

Tingkatkan kualitas guru dan naikkan jumlah guru perempuan
Tetapkan kuota minimum guru perempuan. Oleh karena hanya sedikit perempuan
yang dapat memenuhi persyaratan standar pengajaran, maka penting sekali untuk melakukan perekrutan lokal secara aktif, khususunya di wilayah pedesaan. Dengan membawa pelatihan ke lokasi yang dekat dengan komunitas akan menarik kaum perempuan yang semula tidak tertarik untuk mengajar karena kendala budaya atas mobilitas perempuan, ketiadaan rumah, atau karena tanggung jawab keluarga. Masukan kesadaran gender dalam kurikulum pelatihan guru.

Turunkan biaya yang harus ditanggung orang tua.
Dalam banyak masyarakat, orang tua beranggapan menyekolahkan anakperempuan kurang menguntungkan dibandingkan menyekolahkan anak laki-laki. Dalam pandangan mereka, biaya langsung (misalnya uang sekolah dan buku-buku pelajaran, biaya-biaya tersembunyi (misalnya untuk seragam dan perlengkapan lain), dan biaya kesempatan yang hilang (misalnya kesempatan untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, membantu pekerjaan pertanian yang karena sekolah harus dtinggalkan) untuk menyekolahkan anak perempuan lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh. Oleh karena itu, perlu diperkenalkan program beasiswa untuk menutup biaya-biaya tertentu, seperti uang pendidikan, buku pelajaran, seragam, dan fasilitas asrama. Bantuan uang bisa mengurangi biaya kesempatan yang hilang.

Kembangkan Kurikulum yang Relevan
Anak-anak perempuan akan tertarik dan mengambil manfaat dari kurikulum yang relevan dengan kehidupan mereka, yaitu kurikulum yang menghubungkan pendidikan dengan pertanian dan aktivitas produktif lainnya, membahas persoalan kesehatan dan gizi, menggunakan bahasa daerah setempat, menggali potensi dari situasi yang ada, dan pada saat yang sama menghilangkan stereotype gender.

Tingkatkan pemahaman orang tua dan komunitas melalui pendekatan partisipatif
Dalam banyak komunitas, terdapat kebutuhan untuk mengubah sikap terhadap pendidikan anak-anak perempuan. Dukungan dari anggota masyarakat yang berpengaruh dan pemuka agama dapat dimanfaatkan untuk mendorong para orang tua mengirim anak-anak perempuan maupun laki-laki mereka ke sekolah. Keterlibatan orang tua dan komunitas dalam perencanaan, pengelolaan, pengambilan keputusan, dan upaya advokasi berdampak positif terhadap pendidikan anak-anak perempuan.

Rancang sistem yang memenuhi kebutuhangender tertentu dari para pelajar
Persoalan budaya dan persoalan-persoalan lainnya yang menghambat aktivitas pendidikan dan prestasi anak-anak perempuan maupun laki-laki harus dikaji sehingga dapat dirancang suatu program yang berarti. Format sekolah yang fleksibel, seperti sekolah dasar setengah hari, sekolah dasar paruh-waktu, dan sekolah dasar yang dibangun di wilayah yang sangat miskin, akan membuat sekolah menjadi lebih mudah diakses oleh anak-anak perempuan yang memiliki tanggung pekerjaan di rumah maupun anak laki-laki yang memiliki tanggung jawab pekerjaan di luar rumah.

Dengaan itu diharapkan pendidikan yang diharfiahkan secara norma mengajarkan keadilan dan kesetaraan tetapi dalam prakteknya kedilan tersebut sering hilang dalam daratan klasifikasi perbedaan jeniskelamin yaitu laki-laki dan perempuan dan lebiih parahnya jal tersebut sering diamini dengan pledoi kebudayaan dan keadaan sosial




Tidak ada komentar:

Posting Komentar