Oleh : Adhita Johan Rahmadan
Bagaimana Kaum muda meihat Indonesia sekarang ini, belum lepas dari ingatan kita saat gegap- gempita pemuda kita disaat memberikan dukungan terhadap tim-tim olah raga kita yang berlaga di ajang Internasional, saat tim kita kalah maka kita bersedih berhari-hari, tetapi semangat nasionalisme pemuda ini tidak ada kaitanya dengan semangat berkorban demi negara, apa lagi semangat intelektual untuk mengatakan tidak kepada penjualan aset-aset dan harga diri bangsa.
Adakah yang salah jika kita memuja dan mengidentifikasikan diri kita sebagai tim merah putih, saat berlaga dalam gelanggang Internasional, sama sekali tidak salah bahkan sudah seharusnya demikian ,akan tetapi kenapa hal tersebut tidak berkorelasi dengan nasionalisme dibidang ekonomi, nasionalisme politk, dan lainya
Inilah yang dilakukan pemerintah kita sekarang Ibaratnya pemilik rumah, sang tuan rumah lebih memikirkan pagar dan halamanya agar terlihat bagus dan sedap dipandang, dengan asumsi bahwa pagar dan halaman rumah itu paling sering dilihat tetangga, apalagi kalu rumah itu berada di pinggi jalan kalau ada orng lewat di jalan tersebut maka pagar tersebut yang akan dilihat terlebih dahulu, akan tetapi orang tidak tahu bahwa dari dalam rumah kacau balau.
Nasionalisme olah raga adalah nasionalisme simbolik karena hal tersebut yang terlihat dan tidak kasat mata, obsesi sang tuan rumah sangatlah aneh karena yang penting, pagar dan halaman terlihat bagus terlihar rapi dazn bersih masa bodoh dengan yang lain walaupun perabotan dalam rumah banyak yang dicuri orang, paradigma ini yang sekarang diserap kaum muda sehingga meraka sangat bangga saat membela nasionalisme simbolik ini akan tetapi tidak sadar akan nasionalisme yang sebenarnya, yaitu perjuangan memerdekakan bangsa indonesia dari penguasaan aset-aset bangsa oleh pihak asing.
Disini kita perlu sadar sebagai kaum muda Kaum muda dituntut untuk menyiapkan dirinya dengan segenap kemampuan. Kemampuan konsep yang dicerminkan oleh intelektualitas dan kemampuan riset, kompetensi di berbagai bidang (life skills and technical skills), kemampuan membangun jejaring (nasional dan internasional), serta kepercayaan diri untuk memimpin perubahan.
Kaum muda juga harus mampu berperan menjadi inspirator, inisiator, motivator dan organisator menuju perubahan. Mengutip Elwin Tobing (2004), sedikitnya terdapat beberapa tanggung jawab yang harus diemban oleh siapapun yang mengklaim dirinya akan menjadi pemimpin nasional. Pertama, meneruskan komitmen terhadap perjuangan moral. Kedua, melanjutkan dan meningkatkan kualitas reformasi, karena reformasi sudah mulai mengalami pergerseran. Ketiga, mewujudkan kegemilangan masa depan atas masa lalu. Masa lalu bangsa ini ditandai dengan mismanagement sumberdaya alam dan manusia. Keempat, mewujudkan apa yang menjadi tuntutan rakyat. Selama beberapa dekade, rakyat telah menyaksikan banyak individu yang melakukan penyimpangan baik di bidang ekonomi, politik dan hukum.
Selain tanggung jawab di atas, kaum muda juga harus mampu menyiapkan dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki kaum muda dalam rangka menjawab tantangan global.
Pertama, kemampuan meneliti (riset). Penelitian bermula dari adanya masalah. Kaum muda Indonesia tentu sangat menyadari bahwa masalah negeri ini demikian kompleks dan seperti benang kusut. Oleh karenanya kaum muda ditantang untuk mengurai dan memecahkan masalah-masalah sesuai dengan disiplin ilmu dan kemampuan yang dimilikinya.
Riset akan membuahkan imajinasi, lalu bergerak menjadi kreasi. Selanjutnya kreasi akan mendorong produksi, lalu melahirkan industri, dan pada pada akhirnya gebrakan industri akan menciptakan generasi yang mandiri. Dengan demikian, jika generasi muda Indonesia memimpikan kemandirian, maka gerakan riset merupakan sebuah keniscayaan.
Kedua, kemampuan advokasi. Semua menyadari bahwa kondisi masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan. Kemiskinan, penganguran, serta merebaknya patologi sosial masyarakat merupakan fakta keseharian kita. Gerakan pemberdayaan bergaya konvensional nampaknya sulit untuk dijadikan penawar. Kaum muda semestinya memahami tentang gerakan advokasi-pemberdayaan yang komprehensif. Harus diakui bahwa potret kaum muda yang terlihat saat ini baru mampu melakukan advokasi parsial. Gerakan pemberdayaan yang dilakukan pun tidak dibangun di atas kemandirian kaum muda itu sendiri. Kemampuan advokasi perlu dibangun, dipahami dan dilakukan, serta mencari terobosan gerakan baru dalam upaya menjawab tantangan dan perubahan.
Ketiga, kemampuan memproduksi. Pengertian memproduksi tidak lantas identik dengan kegiatan produksi secara besar-besaran, akan tetapi dalam skala sekecil apapun. Kaum muda dituntut untuk mengembangkan kreasi-kreasi alternatif yang dapat mendorong produksi, bukan lagi budaya photo copy.
Keempat, kemampuan publikasi. Jika kegiatan riset telah menjadi budaya, advokasi menjadi menu sehari-hari, dan produksi menjadi aksi, maka kemampuan berikutnya adalah kemampuan mengkomunikasikan gerakan kemandirian tersebut melalui publikasi massa. Banyak media yang dapat dipergunakan. Media cetak, elektronik, dan media lain yang dibuat sendiri pun bisa dijadikan sebagai alat publikasi.
Kaum muda memiliki peranan yang signifikan dalam proses pembangunan. Ia merupakan penggerak arah dan kebijakan pembangunan serta menentukan masa depan bangsa. Kaum muda harus berani mengambil peran dalam berbagai bidang, terutama kerja-kerja intelektual sehingga menjadi fundamen yang kokoh dalam proses pembangunan ke depan.
Gerakan penelitian (research movement), gerakan keilmuan (intellectual movement), dan gerakan mencipta (creation movement) menuju arah kemandirian bangsa harus selalu dikumandangkan sehingga akan bergerak. Jika kaum muda takut untuk bergerak maka tidak akan ada perubahan di negeri ini.
Faforite Picture
2.22.2009
Kaum Muda Kita Dididik Nasionalisme Simbolik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar