Faforite Picture

Faforite Picture
Wait For Change

2.25.2009

Syarat S-1 Untuk Akpol Belum Tentu Efektif




Oleh : Adhitya Johan Rahmadan

Kepolisian Republik Indonesia melakuakan trobosan untuk meningkatkan kinerjanya, terutama di dalam pendidikan Perwiranya dimana sayarat untuk masuk pendididkan perwira kepolisian syarat yang harus di penuhi adalah minimal telah bergelar sarjana (S-1), apakah hal tersebut akan evektif untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas, korps terdepan dari penegak hukum ini.

Semenjak terjadi pemisahan antara kekuasaan Kepolisian dan Militer di Indonesia, dengan semangat agar, pihak kepolisian lebih profesional sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Pada saat satu badan dengan Militer, pihak Kepolisian banyak mengadopsi gaya-gaya Militer untuk menagani berbagai permasalahan di masyarakat, dimana pendekatan yang dilakukan lebih kearah represif dari pada preventif.

Pemisahan antara Polisi dan Militer di Indonesia bukannya tidak menimbulkan permasalahan, hal yang ditakutkan jika pihak kepolisian tidak dapat profesional hal tersebut akan menjadi konra produktif dari semangat awalnya, dimana banyak sekali kasus-kasus penyimpangan oknum Polisi saat menjalankan tugas, tetapi jarang kita lihat Aparat Kepolisian Menenjadi terdakwa di Pengadilan Negeri, karena terlibat tindak Pidana, hal tersebut berbanding terbalik saat pihak kepolisian tunduk dibawah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer ( KUHPM ), dimana polisi yang terkena Tindak Pidana yang diproses di pengadilan Militer Jumlahnya cukup banyak.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tersendiri, apakah Polisi saat ini benar-benar Profesional, atau terjadi Anomali didalam sistem Penyidikan kasus Pidana di Indonesia, dikarenakan Polisi sendiri merupakan salah satu Penyidik dalam sistem Penyelesaian kasus Pidana di Indonesia, jadi kemungkinan adanya penyimpangan demi menjaga nama baik kesatuan dimungkinkan terjadi.

Syarat masuk akademi kepolisian adalah S-1 (sarjana) timbul dikarenakan, evaluasi kinerja aparat kepolisian selama ini yang dianggap jauh dari sifat profesionalisme bahkan ada anggapan polisi adalah “Maling berseragam”, akibat ulah beberapa oknum Polisi yang menyalah gunakan wewenangnya.

Tetapi perlu diingat bahwa ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi, efektifitasan kebijakan tersebut, dimana Syarat S-1 tersebut dilihat dari segi setrata pendidikan akan menimbulkan permasalahan tersendiri, yaitu Pengaturan jenjang S-1 dan Akademi dimana dua jenjang tersebut sama-sama Lembaga perguruan tinggi, yang diperlukan pengaturan tersendiri untuk kesetaraanya.

Problem besarnya adalah subtansi dari profesionalisme kerja kepolisian sendiri yang selama ini belum bisa direalisasikan secara evektif dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah, budaya birokrasi Indonesia yang syarat Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Tidak bisa di elakkan hal tersebut juga menjangkiti pihak kepolisian.’

Birokrasi Militer
Untuk memechakan permasalahan tersebut, peningkatan standar syarat masuk Akademi Kepolisian Akpol yaitu minimal S-1, tidak akan memberikan kontibusi yang berarti pada solusi permasalahan di Interen Kepolisian, apalagi Birokrasi Kepolisian Indonesia belum bisa lepas dari budaya Birokrasi Militer yang memiliki beberapa corak yaitu Uniformality yaitu sikap birokrasi yang memiliki keseragaman konsep berfikir dan terkomando sehingga dapat menggerakkan unit kegiatan dibawahnya secara lebih evfisien. Setandarized yaitu sikap birokrasi militer yang memiliki ukuran baku dan telah disepakati bersama, sehingga bisa dilakukan pengembangan kegiaatan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan medan masalah yang dihadapi.

Budaya Birokrasi Militer didalam tubuh Kepolisian dapat berdampak negatif, dikarenakan budaya tersebut diciptakan untuk mendidik Militer agar efisien Dikomandokan Untuik melindungi Negara dari Ancaman Serangan atau peperangan, tugas tersebut berdeda dengan pihak Kepolisian yang dididik untuk mengayomi dan menjaga masyarakat, tugas tesebut membutuhkan pendekatan Sipil dari pada Militer yang serba kaku.

Selain itu Budaya Biokrasi Militer, dapat menimbulkam Penyalah gunaan wewenmag kekuasaan secara sistematis, dikarenakan Budaya tersebut dapat menghilangkan sikap nalar kritis dan analitis dari anggota kepolisian khususnya bawahan, dikarenakan sikap komandoistik kaku.

Sehingga selama tidak ada pembenahan struktur dan perubahan budaya Militeristik dari tubuh Kepolisian Indonesia, jangan berharap lebih dengan sarjana-sarjana baru yang akan masuk di kepolisian untuk lebih memprofesionalisasikan kinerja Polisi Indonesia, dikarenakan para Akpol S-1 akan mengikuti budaya Kontra Produktif dari atasanya. Samahalnya dengan Sarjana-sarjana Indonesia yang tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki sistem Birorasi di Indonesia, dikarenakan setelah mereka memasuki sebuah sistem, maka mereka akan menjadi bagian dari sistem tersebut.

Sebelum pihak Kepolisian Republik Indonesia menerapkan Syarat S-1 untuk masuk Akpol, seharusnya pihak Kepolisian mempunyai inisiatif untuk merubah sistem dan budaya yang ada di tubuh Kepilisian, dikarenakan Proses perubahan yang diharapkan akan sulit tercapai, dikarenakan yang akan dirubah adalah sebuah sistem yang membudaya, menurut Roy Bhaskar (1984) sebuah perubahan atau Proses Transformation, untuk menciptakan hal baru yang lebih baik yang dihasilkan oleh Ilmu pengetahuan atau teknologi dalam hal ini adalah aturan S-1 untuk syarat masuk Akpol akan mudah dilakukan, tetapi yang sifatnya budaya atau nilai akan sulit dirubah dalam hal ini adalah KKN di tubuh birokrasi.

Untuk itu diperlukan pemecahan permasalahan yang tepat guna, dimana peubahan tersebut harus mencakup dari beberapa aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari perubahan itu sendiri, selain dari segi peraturannya, aparatur pelaksananya, fasilitas pendukugnya dan Inisiatif dari Pemimpin, adalah faktor komulatif yang tidak bisa ditinggalkan sehingga aturan S-1 sebagai syarat masuk Akpol, sebagai salah satu langkah Profesionalisme Kepolisian tidak menguap sia-sia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar